Industri
eSport adalah bisnis digital yang tumbuh sangat cepat, dengan perkiraan pemirsa di seluruh dunia hampir setengah miliar orang, baik menonton secara langsung maupun
online. Sehingga pertanyaan sederhananya, bisakah videogaming kompetitif ini menjadi masa depan olahraga?
Photo: Dota 2 The International/flickr
Survei kepada 4.500 orang dewasa di Amerika, Perancis, Jerman, India, Italia, Jepang, Singapura, Korea Selatan, dan Inggris, menunjukkan pertumbuhan
esport yang membaik dan karir pro yang menjanjikan.
"Gaming telah mengubah sudut pandang orang-orang dalam melihat olahraga, serta melihatnya sebagai peluang karir," ujar Mike Milligan, Senior Director Limelight Networks, yang mengadakan survei ini.
Kini pemain gim, kata Mike, menonton kompetisi bermain gim
online baik di Youtube Gaming maupun Twitch. Jumlahnya bisa merugikan siaran langsung pertandingan basket. Bahkan pemain gim berusia muda, berpindah tontonan, dari siaran pertandingan olahraga ke platform
online gaming.
Usia 18-25 tahun menghabiskan 77% waktunya menonton pertandingan gim
online ketimbang pertandingan olahraga di televisi. Perubahan ini pun akhirnya memunculkan nama-nama baru di kancah industri seperti, Activision Blizzard (ATVI) dan Overwatch League (OWL). Beberapa gim mereka bahkan sampai tayang di ESPN+. "Kami punya kemampuan untuk menggapai pemirsa muda yang sukar dipahami," ujar Peter Levin, pemilik OWL.
Levin menambahkan bahwa pemirsa ini merupakan pemirsa yang tidak pernah berlangganan TV kabel. Para pengiklan pun tampaknya setuju dengan pendapat tersebut. Berdasarkan laporan eMarketer, pengiklan di Amerika bersiap menggelontorkan lebih dari USD200 juta atau sekitar Rp2,8 triliun di ajang-ajang
esport. Rencana ini akan digelontorkan 2020 mendatang.
Kemas Pake Z/Photo: Sopian/Male Indonesia
Survei itu juga menunjukkan bahwa para pemain gim melihat area ini menjanjikan karir baru. Lebih dari sepertiga pemain gim, bersedia keluar dari pekerjaan mereka kalau mereka bisa menjadi pemain gim profesional.
Pemain gim bermain secara maraton. Rata-rata pemain gim bermain 7 jam 7 menit seminggu. Tiap tahun rata-rata atau mereka bermain bertambh 19% per tahun. Kebanyakan mereka memainkan gim kasual seperti Candy Crush, Angry Birds, dan Spider Solitaire lewat platform mobile.
Sementara itu rata-rata demografi yang lebih dewasa di usia 26-35 tahun, bermain 8 jam 12 menit seminggu. Mereka bermain gim tembak-tembakan seperti, Overwatch Destiny 2 dan Fortnite. Dan dua per tiga (64%) pemain gim memilih untuk mengunduh gim daripada membeli kaset fisik. Kendati begitu sebagian besar (85%) frustasi karena proses unduhnya, terutama karena kecepatan internet yang lambat.
Di sisi lain, seperti dikutip dari laman
Science and Media Museum, dalam banyak hal, pertumbuhan industri
eSport menyoroti kekurangan olahraga siaran tradisional. Hal itu terbukti melalui penelitian seperti Survei Olahraga PwC 2017.
eSport memungkinkan keterlibatan pemirsa instan melalui video sosial dan layanan
streaming seperti Twitch, jarak yang dirasakan antara pemain dan penggemar dipecah.
Siaran olahraga telah menggunakan model distribusi yang sama sejak awal, dan telah lambat untuk menerima inovasi seperti teknologi garis gawang.
eSport berkembang dalam format digital yang sebagian besar gratis bagi konsumen dan telah dengan mudah mengimplementasikan siaran realitas virtual, aplikasi ponsel, dan ruang obrolan sebagai bagian dari pengalaman menonton.
Hal tersebut pun diamini oleh
gamers YouTuber, Kemas Pake Z. Menurutnya perkembangan
eSport di dalam negeri sudah bagus, misalnya saja turnamen-turnamen Mobile Legend semakin banyak dan semakin besar.
"Sampai sekarang enggak menyang hadiahnya juga luar biasa hingga ratusan juga. Bahkan mau tahap ke internasional.
Jadi udah luar biasa," tuturnya kepada
MALE Indonesia.
Jadi, menurutnya hal ini bisa menjadi motivasi tersendiri bagi mereka yang telah menggeluti dan belum menggelutinya. Bagi mereka yang telah berkecimpung, Kemas merekomendasikan untuk terus lebih fokus dan lebih menyenanginya.
Daylen Reza/Photo: Gading Perkasa/Male Indonesia
Daylen Reza, gamers dalam skuat Saints Indo menuturkan
eSport memang sudah menjadi olahraga masa depan walau memang belum melewati besarnya olahraga sepakbola. Tetapi dari segi
viewers dan pesertanya sudah banyak. "Apalagi pas nonton
live streaming, penontonnya banyak banget," ucapnya.
Di Indonesia sendiri,
eSport sudah layak ditonton, karena di dalamnya tidak mengandung hal yang berdampak negatif seperti pornografi. "Karena
eSport ini seperti olaharaga catur. Kita hanya menggunakan tangan dan tentunya otak kita juga untuk berpikir strategi," jelasnya.
Disamping itu, dengan adanya isu pelarangan gim PUBG, hal itu tidak berpengaruh terhadap perkembangan
eSport. Alasannya, dalam dunia
eSport, tidak hanya PUBG saja yang diandalkan untuk dijadikan ajang turnamen, tetapi masih ada gim lain seperti Mobile Legend, Dota, dan lain sebagainya.
"Jadi, menurut saya
eSport bisa menyedot perhatian masyarakat dunia. Walau memang belum sebesar sepak bola. Tetapi itu sudah mengarah ke sana. Contohnya saja dalam turnamen-turnamen Dota yang menyedot perhatian karena hadiahnya saja terbilang besar, sampai ratusan miliar," terangnya.
Tidak hanya itu, tambah Daylen. Mobile Legend saja sudah menjadi perhatian khusus di Indonesia. Di mana pemerintah mengadakan turnamen bertajuk Piala Presiden-nya. Di tambah lagi setiap tahunnya selalu ada turnamen tingkat asia.
Sejurus dengan Daylen. Iwan Anfernee,
Chief Operations Officer Louvre e-
Sport team pun mengatakan
eSport khususnya di Asia bisa dibilang kencang sekali untuk dua tahun belakangan ini. dan memang pasti
eSport ini bisa menjadi olahraga masa depan.
"Alasannya bagi para pemainnya sendiri, jika dibandingkan dengan olahraga yang sudah ada seperti sepak bola hingga bulu tangkis, bermain gim ini lebih mudah diasahnya," ucapnya.
Hanya saja, pekerjaan rumah yang masih harus dibenahi di Indonesia adalah kedisiplinan setiap atletnya. "Untuk dari segi
skill, hampir sama dengan atlet
eSport luar negeri. Hanya perlu lebi disiplin saja," tutur Iwan. *** (SS)