Dunia sepak bolah dibuat geger. Pasalnya Marco van Basten mengusulkan peraturan
offside dibatalkan. Dia pun meminta anggota parlemen sepak bola untuk mempertimbangkan usul tersebut. Bahkan Van Basten menilai olahraga sepak bola akan lebih baik tanpa peraturan
offside tersebut.

Photo by
Omar Ramadan from
Pexels
kepada
Sky Sports Marco van Basten mengaku, bahwa ia masih sangat ingin tahu tentang aturan
offside karena dirinya yakin itu bukan aturan yang baik. "Sepak bola adalah permainan yang fantastis tetapi saya masih berpikir bahwa kami harus berbuat lebih banyak untuk membuatnya lebih baik, lebih spektakuler, lebih menarik, dan mengasyikan. Kami harus mengusahakannya dan menguji lebih dahulu," kata Van Basten.
Lebih lanjut, legenda AC Milan menilai keputusan
offside yang kontroversial telah mengalihkan sebagian perhatian dari aksi di lapangan itu sendieri. Sementara itu, IFAB bulan ini mengatakan pihaknya terus meninjau undang-undangan
offside, melihat saran, seperti yang dijelaskan salah satu direktur pengembangan sepak bola FIFA, Arsene Wenger yang menilai peralihan itu akan memberi banyak manfaat bagi permainan menyerang.
Sejarah Offside
‘
Offside’ rupanya berasal dari istilah di dunia militer, tepatnya dari kalimat ‘off the strength of his side‘ yang berarti status bebas tugas alias dipecat. Prinsip tersebut digunakan dalam sepak bola pertama kali sekitar pada tahun 1800-an di Inggris. Ketika seorang pemain berada dalam posisi
offside, berarti dia dibebastugaskan alias terlepas dari permainan. Dalam hal ini, yang terjadi adalah sebuah pelanggaran.
Belum diketahui jelas apakah pada tahun segitu yang belum ada televisi itu sudah menggunakan istilah
offside atau belum. Yang pasti, sistem
offside juga diadopsi dari olahraga rugby. Konsepnya sama, melarang seorang pemain hanya diam menunggu umpan di depan gawang musuh. Atau istilah Jawa-nya adalah ngendog.
Peraturan
offside pertama kali diperkenalkan oleh sebuah klub profesional pada tahun 1985. Klub tersebut adalah Sheffield FC. Sheffield mengusulkan aturan yang melarang seorang penyerang berdiri di dekat gawang lawan. Jika penyerang tersebut menerima umpan dari temannya, maka dia berada dalam posisi
offside.
Kalau penyerang tersebut menerima umpan dari musuhnya, maka dia tidak
offside. Justru berpeluang mencetak gol akibat kebodohan lawannya itu. Namun pada masa itu peraturan ini masih bias dan kurang jelas. Belum benar-benar diterapkan dalam laga resmi.
Aturan Tiga Pemain Belakang
Ada banyak perbedaan pendapat tentang aturan
offside hingga akhirnya Universitas Cambridge coba-coba menyatukan berbagai versi dalam sebuah rumusan peraturan baku. Aturan baku ini pun diterima dan menjadi kitab sucinya pada masa itu.
Entah siapa akademisi yang pertama kali mengusulkan ide itu, yang jelas bukan dari Indonesia karena saat itu belum merdeka.
Aturannya cukup unik dan dikenal sebagai peraturan “tiga pemain belakang”. Dalam peraturan ini seorang penyerang sudah dinyatakan
offside meskipun di depannya masih ada tiga pemain belakang lawan, termasuk kiper. Bisa dibayangkan, betapa seringnya terjadi
offside saat peraturan ini diterapkan. Baru selangkah sudah
offside. Tangan maju sedikit
offside. Bahkan gigi maju pun juga bisa dihitung
offside.
Aturan Dua Pemain Belakang
Ketika FIFA mulai didirikan pada tahun 1904, seluruh peraturan sepakbola termasuk
offside mulai dipikirkan secara serius. Asosiasi sepakbola Skotlandia mengusulkan untuk mengganti aturan “tiga pemain belakang” dengan hanya dua pemain belakang.
Konsepnya sama, hanya bedanya kena
offside kalau ada dua pemain belakang yang berdiri di antara dia dan gawang musuh. Biasanya, satu bek dan satu kiper.
Perubahan peraturan ini diberlakukan sejak tahun 1925, dan menghasilkan permainan yang lebih atraktif. Karena peluang terjadinya
offside semakin kecil, maka gol yang tercipta pun menjadi lebih banyak dan menghibur para penonton yang asyik tepuk tangan itu.
Akibat perubahan
offside, pola dan gaya permainan pun berubah. Setiap pelatih terpaksa berputar otak sampai dengkulnya untuk mengalahkan si raja terakhir bernama
offside. Itulah kenapa, dulu sering banget tim pakai taktik 2-3-5 dengan menempatkan dua bek saja, salah satunya jadi sweeper atau libero.
Aturan Satu Pemain Belakang
Pada tahun 1990, peraturan
offside kembali direvisi dan diterapkan di Piala Dunia 1990 di Italia. Seorang penyerang dikatakan dalam posisi
offside, jika pada saat menerima umpan hanya tinggal satu pemain belakang lawan di depannya. Dalam situasi normal, pemain belakang itu adalah kiper.
Namun, tidak mesti harus kiper. Jika pemain berhadapan dengan pemain yang berstatus bek, tetap dihitung
offside karena aturannya adalah satu pemain. Inilah yang suka salah kaprah dari para pecinta bola yang rada sok tahu.
Seperti yang terjadi pada golnya Carlos Vela di Piala Dunia 2010. Vela hampir saja mencatatkan diri sebagai pencetak gol pertama di Piala Dunia tersebut jika wasit lalai melihatnya. Untungnya, wasit cukup jeli sehingga tak terkecoh dengan pemain Afrika Selatan yang ada di gawang. Meksiko pun gagal unggul.
Aturan Tidak Terlibat Aktif dalam Permainan
Pada 2003, FIFA membuat pasal tambahan tentang
offside yang lebih lunak, enak, kenyal, dan empuk-empuk. Ketika seorang berada di posisi
offside belum tentu dinyatakan
offside apabila tidak terlibat aktif dalam permainan.
Gampangnya, dari isyarat tubuhnya tidak berusaha mengejar bola yang diarahkan kepadanya. Tapi gara-gara ini, muncul lagi perdebatan yang terjadi akibat kesalahan persepsi antara wasit dan pemain. Menurut wasit si pemain itu aktif, tapi menurut si pemain tidak aktif.